Bandung, SIBER - Siswa kelas X MIPA 1 Sekolah Menengah Atas (SMA) Al Ma’soem Bandung, Muhammad Daffa Rial berhasil mengharumkan Indonesia dengan meraih medali perak dalam Youth Activitie for Superior Humanity (YASH) di New Delhi India, 16-18 Januari 2020. Melalui karya ilmiah berjudul “Design of a Pulse Rate Detection Monitoring System Using Electric Piezo Disc Sensor Based on Lot", Daffa memberikan kebanggaan bagi sekolahnya.
Daffa mengatakan, dalam kompetisi ini ia harus melawan 80 tim lainnya dari sejumlah negara sehingga persaingan ketat pun harus ia jalani.
“Kita bersaing dengan peserta yang berasal dari sejumlah negara, di antaranya India, Nepal, dan Rusia. Sebelumnya, kita juga mengikuti kegiatan pendidikan di bawah Mitra Foundation for Global Science Initiatives (FGSI) untuk berlatih penelitian, sains, dan inovasi yang menjadi pendorong pemikiran kreatif,” tuturnya, Senin (3/2/2020).
Daffa melanjutkan, dalam kompetisi ini ia mencoba membuat alat kesehatan untuk memantau kondisi pasien lewat denyut nadi yang biasa ditempelkan di bagian tubuh. Daffa pun mencoba memadukan alat tersebut dengan ilmu komputer.
“Alat kesehatan ini terbilang baru di Indonesia, bahkan di dunia. Alat khusus tersebut digunakan untuk memantau denyut nadi saat pasian menjalani perawatan medis di rumah sakit,” ungkap siswa berusia 16 tahun itu.
Untuk lebih memudahkan, lanjut Daffa, alat pemantau ini bisa diakses melalui gawai, komputer, dan peralatan komunikasi lainnya. Sehingga, saat dokter berada di luar ruangan, bahkan di luar negeri sekalipun masih bisa memantau perkembangan denyut nadi pasien.
“Namun, alat ini harus ditempelkan di bagian tubuh pasien agar bisa langsung diakses lewat handphone dokter dan perawat yang bisa memberikan informasi mengenai kondisi denyut nadi pasien,” jelasnya.
Menurut Daffa, alat kesehatan ini masih membutuhkan pengembangan. "Penelitian ini sudah dilaksanakan setahun yang lalu dan pembuatannya pun sangat praktis, bisa selesai dalam sehari. Pembuatan alat ini pun hanya memakan biaya Rp 200.000 untuk perakitan sensor, prosesor, batere, dan koneksi wifi," tuturnya.
Alat ini, sambungnya, bisa membantu dalam penanganan medis karena sudah diuji coba sebelumnya. Namun, kerja alat tersebut membutuhkan akses internet yang betul-betul bagus. "Karena, ketika menggunakan wifi dan banyak yang menggunakan akses internet tersebut, kerja alat menjadi lambat. Lambatnya bisa 1 sampai 2 menit,” ucapnya.
Daffa berharap, inovasinya ini mampu dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas. "Saya harap, hasil penelitian saya ini bermanfaat bagi banyak orang," harapnya.*