BANDUNG - Wali kota Bandung Oded M. Danial berencana mengadopsi pola pengelolaan sampah ala Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.
Kota berjuluk satria itu memadukan pengelolaan sampah dari mulai pemilahan, pencacahan, hingga menghabisi residunya dengan metode pyrolisis.
Teknologi pyrolisis digunakan pada tahap akhir pengolahan sampah dengan membakar membakar residu sampah hasil pemilahan yang dilakukan kelompok swadaya masyarakat. Sisa sampah tersebut dibakar menggunakan suhu tinggi mencapai 950 derajat celsius.
"Tempat Pengolahan Sampah di Banyumas ini cukup komprehensif, cukup bagus. Sedang dipikirkan kalau bisa pola seperti di sini diterapkan di Bandung," ungkap Oded di sela-sela kunjungan ke TPS Terpadu Kedungrandu, Kabupatan Banyumas, Jawa Tengah, Kamis 25 Februari 2021.
Perlu diketahui, Kabupaten Banyumas juga mempunyai permasalahan serupa Kota Bandung terkait Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Bahkan tahun ini merupakan tahun terakhir bagi mereka menggunakan TPA yang ada.
Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten Banyumas membuat hanggar-hanggar besar sebagai pusat pengolahan sampah dengan memberdayakan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Timbunan sampah dipilah, sebagian dibuat kompos, sebagian lainnya dimanfaatkan untuk budidaya magot, sampah anorganik dikelola sehingga bernilai ekonomi, dan lain-lain.
"Karena Bandung punya beberapa (lahan) bekas TPA atau TPS-TPS besar, konsep pengelolaan sampah terpadu yang diakhiri dengan teknologi pyrolisis (memungkinkan) untuk diaplikasikan," ujar Oded.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Junaidi mengatakan, pyrolisis merupakan senjata pamungkas pengolahan sampah.
Sampah yang sudah tidak bisa diolah lagi, dibakar menggunakan mesin pyrolisis.
"Pengalaman dua bulan, kami memadukan konsep pengolahan sampah dengan pyrolisis. Dari 25 kubik sampah setelah dicacah tinggal 2 kubik. Residunya kemudian dibakar dan hanya memerlukan waktu 2 jam dengan bahan bakar 30 liter," jelasnya.
"Ini efisien karena hanya butuh biaya Rp60.000 per kubiknya di luar tenaga KSM dan mesin pencacah," imbuhnya.
Di tempat terpisah, Bupati Banyumas Achmad Husein mengaku terlibat langsung hingga teknis pengembangan pengolahan sampah di daerahnya termasuk mesin pyrolisis.
Ia bahkan mengawal hingga keluar izin penggunaan teknologi tersebut dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Sebelum menemukan metode pengolahan sampah dengan teknologi pyrolisis, pihaknya mengandalkan pemberdayaan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Sebanyak 21 hanggar pengolahan sampah terpadu dibangun sembari mencari teknologi yang tepat untuk mengelola sekitar 200 truk timbunan sampah per harinya.
"Setelah menggalakkan hanggar pengolahan sampah terpadu dengan ada KSM di dalamnya. Timbunan residu sampah tinggal 93 truk per hari. Sebagiannya kami bakar dengan teknologi pyrolisis," katanya.
Menurutnya, pyrolisis itu pamungkas pengelolaan sampah. Karena sejauh ini kapasitas sampah yang bisa diolah alat tersebut masih terbatas.
"Pas kalau diterapkan di tingkat RW," ujar alumnus Teknik Sipil ITB itu.
Kota berjuluk satria itu memadukan pengelolaan sampah dari mulai pemilahan, pencacahan, hingga menghabisi residunya dengan metode pyrolisis.
Teknologi pyrolisis digunakan pada tahap akhir pengolahan sampah dengan membakar membakar residu sampah hasil pemilahan yang dilakukan kelompok swadaya masyarakat. Sisa sampah tersebut dibakar menggunakan suhu tinggi mencapai 950 derajat celsius.
"Tempat Pengolahan Sampah di Banyumas ini cukup komprehensif, cukup bagus. Sedang dipikirkan kalau bisa pola seperti di sini diterapkan di Bandung," ungkap Oded di sela-sela kunjungan ke TPS Terpadu Kedungrandu, Kabupatan Banyumas, Jawa Tengah, Kamis 25 Februari 2021.
Perlu diketahui, Kabupaten Banyumas juga mempunyai permasalahan serupa Kota Bandung terkait Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Bahkan tahun ini merupakan tahun terakhir bagi mereka menggunakan TPA yang ada.
Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten Banyumas membuat hanggar-hanggar besar sebagai pusat pengolahan sampah dengan memberdayakan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Timbunan sampah dipilah, sebagian dibuat kompos, sebagian lainnya dimanfaatkan untuk budidaya magot, sampah anorganik dikelola sehingga bernilai ekonomi, dan lain-lain.
"Karena Bandung punya beberapa (lahan) bekas TPA atau TPS-TPS besar, konsep pengelolaan sampah terpadu yang diakhiri dengan teknologi pyrolisis (memungkinkan) untuk diaplikasikan," ujar Oded.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Junaidi mengatakan, pyrolisis merupakan senjata pamungkas pengolahan sampah.
Sampah yang sudah tidak bisa diolah lagi, dibakar menggunakan mesin pyrolisis.
"Pengalaman dua bulan, kami memadukan konsep pengolahan sampah dengan pyrolisis. Dari 25 kubik sampah setelah dicacah tinggal 2 kubik. Residunya kemudian dibakar dan hanya memerlukan waktu 2 jam dengan bahan bakar 30 liter," jelasnya.
"Ini efisien karena hanya butuh biaya Rp60.000 per kubiknya di luar tenaga KSM dan mesin pencacah," imbuhnya.
Di tempat terpisah, Bupati Banyumas Achmad Husein mengaku terlibat langsung hingga teknis pengembangan pengolahan sampah di daerahnya termasuk mesin pyrolisis.
Ia bahkan mengawal hingga keluar izin penggunaan teknologi tersebut dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Sebelum menemukan metode pengolahan sampah dengan teknologi pyrolisis, pihaknya mengandalkan pemberdayaan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Sebanyak 21 hanggar pengolahan sampah terpadu dibangun sembari mencari teknologi yang tepat untuk mengelola sekitar 200 truk timbunan sampah per harinya.
"Setelah menggalakkan hanggar pengolahan sampah terpadu dengan ada KSM di dalamnya. Timbunan residu sampah tinggal 93 truk per hari. Sebagiannya kami bakar dengan teknologi pyrolisis," katanya.
Menurutnya, pyrolisis itu pamungkas pengelolaan sampah. Karena sejauh ini kapasitas sampah yang bisa diolah alat tersebut masih terbatas.
"Pas kalau diterapkan di tingkat RW," ujar alumnus Teknik Sipil ITB itu.