BANDUNG - Bagian Humas Setda Kota Bandung kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pra NgoPi Bandung sesi ke-4 dengan tema "Infrastruktur dan Kemacetan" di Hotel Grandia, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Selasa 3 November 2020.
Pada FGD tersebut menghadirkan sejumlah narasumber. Di antaranya, Pakar Infrastruktur dan Transportasi, Soni Sulaksono, Pimpinan Redaksi Pikiran Rakyat, Noe Firman Rachmat, dan Pegiat Media Sosial/Aktivis, Windu Mulyana. Selain itu hadir pula Perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sesuai dengan isu yang dibahas.
Menurut Kepala Bagian Humas Setda Kota Bandung, Sony Teguh Prasatya, FGD Pra Ngopi Bandung (Ngopi Perihal Kota Bandung) bertujuan memfasilitasi forum diskusi antara masyarakat yang diwakili oleh para pakar infrastruktur dan transportasi, pimpinan redaksi, serta aktivis media sosial dengan Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung
"Kita duduk bersama disini untuk membicarakan dan membahas sesuai dengan tema yaitu mengenai infrastruktur dan transportasi," kata Sony.
"Tujuan utamanya yaitu untuk memperkuat program yang telah dilaksanakan oleh OPD. Kedua, menerima aspirasi masyarakat mealui saran dan masukan dari para pakar," tambahnya.
Menurutnya, Pemkot Bandung sudah optimal menjalankan tugas dan fungsinya membangun Kota Bandung. Khususnya pada permasalahan infrastruktur dan transportasi.
"Semua bekerja, dari mulai pengamanan jalan, pengaturan lalu lintas, penyediaan sarana berinovasi lain dan program-program lain, apakah Dishub ataupun Dinas PU," ungkapnya.
Namun ia mengakui, masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki.
"Tidak menutup kemungkinan bahwa dari apa yang kita lakukan secara optimal dan kerja keras ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan," tuturnya.
Sony berharap, melalui FGD ini melalui dapat mendapat kritikan dan masukan yang bersifat konstruktif dan solutif bagi keberlangsungan pembangunan infrastruktur dan transportasi di Kota Bandung.
"Dan hasil rekomendasi dan diskusi kita semua akan dibawa menjadi satu masukan kepada pimpinan yang dibahas dalam pertemuan NgoPi Bandung dan akan menghadirkan elemen masyarakat bersama pimpinan kota," ucapnya.
Sementara itu, Pakar Infrastruktur dan Transportasi, Soni Sulaksono mengatakan, kemacetan dapat terjadi karena beberapa aspek antara lain aspek rambu marka jalan tidak jelas dan ruang jalan yang tidak efisien.
"Bobot penyebab kemacetan yang paling utama adalah karena volume lalu lintas lebih besar dari kapasitas, diperparah dengan ruang jalan yang tidak efisien. Ada parkir di pinggir jalan," katanya.
Menurutnya kemacetan di kota-kota pada negara maju memiliki karakteristik yang berbeda dengan kota-kota di negara sedang berkembang seperti indonesia.
"Pada negara-negara maju kemacetan terkontrol durasi dan intensitasnya, antisipasi kemacetan terukur dan terintegrasi, law enforcement jelas dan konsisten," ujarnya.
Ia mengungkapkan, untuk menjadi Kota transportasi terintegrasi terbaik serta menekan angka kemacetan yaitu melalui inovasi bagi pejalan kaki dan sepeda serta integrasi angkutan umum.
Selain itu ia berharap, agar Pemkot Bandung harus bersikap konsisten dengan kebijakan yang sama. Hal itu merupakan kunci untuk menekan atau mengurai kemacetan di Kota Bandung.
"Penguraian kemacetan dianalogikan seperti benang kusut, maka kita lihat 3 benang kemudian kita tarik secara konsisten untuk mengurai benang kusut itu," tuturnya.
"Kuncinya cuma satu yaitu konsisten. siapapun wali kotanya, harus konsisten dengan kebijakan yg sama," paparnya.
Sedangkan Pimpinan redaksi Pikiran Rakyat Noe Firman Rachmat menngungkapkan program yang dimiliki Pemkot Bandung untuk menekan angka kemacetan cukup bagus dan menjadi unggulan sehingga beberapa daerah mengadopsi program tersebut namun belum efektif jika tidak dibarengi regulasi yang baik.
"Berbagai program yang selama ini ada bahkan bagus-bagus bahkan diadopsi beberapa daerah dan menjadi unggulan tetapi tidak begitu efektif di Kota Bandung, mungkin tidak ada sesuatu hal yang memaksa yaitu regulasi," imbuhnya.
Terinspirasi Kota lain, Ia pun mendorong Pemkot Bandung untuk melakukan uji coba penerapan sistem ganjil genap dimana hal tersebut dapat mereduksi kemacetan di Kota lain.
"Hanya perlu dicoba tapi saja membutuhkan regulasi, yang saya kutip dari pak soni regulasi yang jelas dan terukur serta konsisten. Regulasinya harus setingkat perda supaya ada kekuatan hukumnya," sarannya.
"Kalau ada regulasi yang konsisten dan peraturan yg tegas, Kota Bandung memiliki peluang untuk menjadi kota yg lebih baik. Pemicu kesadaran," lanjutnya.
Narasumber ketiga, Pegiat Media Sosial/ Aktivis sekaligus komunitas bike to work Windu Mulyana menjelaskan, ada beberapa upaya yang memungkinkan dapat menekan angka kemacetan.
"Pengurangan jumlah kendaraan bermotor melalui kenaikan tarif parkir membatasi usia pakai kendaraan, subsidi BBM untuk angkutan umum, perbaiki dan perbaharui sistem angkutan umum dan electronic road pricing," jelasnya.
Pada FGD tersebut menghadirkan sejumlah narasumber. Di antaranya, Pakar Infrastruktur dan Transportasi, Soni Sulaksono, Pimpinan Redaksi Pikiran Rakyat, Noe Firman Rachmat, dan Pegiat Media Sosial/Aktivis, Windu Mulyana. Selain itu hadir pula Perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sesuai dengan isu yang dibahas.
Menurut Kepala Bagian Humas Setda Kota Bandung, Sony Teguh Prasatya, FGD Pra Ngopi Bandung (Ngopi Perihal Kota Bandung) bertujuan memfasilitasi forum diskusi antara masyarakat yang diwakili oleh para pakar infrastruktur dan transportasi, pimpinan redaksi, serta aktivis media sosial dengan Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung
"Kita duduk bersama disini untuk membicarakan dan membahas sesuai dengan tema yaitu mengenai infrastruktur dan transportasi," kata Sony.
"Tujuan utamanya yaitu untuk memperkuat program yang telah dilaksanakan oleh OPD. Kedua, menerima aspirasi masyarakat mealui saran dan masukan dari para pakar," tambahnya.
Menurutnya, Pemkot Bandung sudah optimal menjalankan tugas dan fungsinya membangun Kota Bandung. Khususnya pada permasalahan infrastruktur dan transportasi.
"Semua bekerja, dari mulai pengamanan jalan, pengaturan lalu lintas, penyediaan sarana berinovasi lain dan program-program lain, apakah Dishub ataupun Dinas PU," ungkapnya.
Namun ia mengakui, masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki.
"Tidak menutup kemungkinan bahwa dari apa yang kita lakukan secara optimal dan kerja keras ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan," tuturnya.
Sony berharap, melalui FGD ini melalui dapat mendapat kritikan dan masukan yang bersifat konstruktif dan solutif bagi keberlangsungan pembangunan infrastruktur dan transportasi di Kota Bandung.
"Dan hasil rekomendasi dan diskusi kita semua akan dibawa menjadi satu masukan kepada pimpinan yang dibahas dalam pertemuan NgoPi Bandung dan akan menghadirkan elemen masyarakat bersama pimpinan kota," ucapnya.
Sementara itu, Pakar Infrastruktur dan Transportasi, Soni Sulaksono mengatakan, kemacetan dapat terjadi karena beberapa aspek antara lain aspek rambu marka jalan tidak jelas dan ruang jalan yang tidak efisien.
"Bobot penyebab kemacetan yang paling utama adalah karena volume lalu lintas lebih besar dari kapasitas, diperparah dengan ruang jalan yang tidak efisien. Ada parkir di pinggir jalan," katanya.
Menurutnya kemacetan di kota-kota pada negara maju memiliki karakteristik yang berbeda dengan kota-kota di negara sedang berkembang seperti indonesia.
"Pada negara-negara maju kemacetan terkontrol durasi dan intensitasnya, antisipasi kemacetan terukur dan terintegrasi, law enforcement jelas dan konsisten," ujarnya.
Ia mengungkapkan, untuk menjadi Kota transportasi terintegrasi terbaik serta menekan angka kemacetan yaitu melalui inovasi bagi pejalan kaki dan sepeda serta integrasi angkutan umum.
Selain itu ia berharap, agar Pemkot Bandung harus bersikap konsisten dengan kebijakan yang sama. Hal itu merupakan kunci untuk menekan atau mengurai kemacetan di Kota Bandung.
"Penguraian kemacetan dianalogikan seperti benang kusut, maka kita lihat 3 benang kemudian kita tarik secara konsisten untuk mengurai benang kusut itu," tuturnya.
"Kuncinya cuma satu yaitu konsisten. siapapun wali kotanya, harus konsisten dengan kebijakan yg sama," paparnya.
Sedangkan Pimpinan redaksi Pikiran Rakyat Noe Firman Rachmat menngungkapkan program yang dimiliki Pemkot Bandung untuk menekan angka kemacetan cukup bagus dan menjadi unggulan sehingga beberapa daerah mengadopsi program tersebut namun belum efektif jika tidak dibarengi regulasi yang baik.
"Berbagai program yang selama ini ada bahkan bagus-bagus bahkan diadopsi beberapa daerah dan menjadi unggulan tetapi tidak begitu efektif di Kota Bandung, mungkin tidak ada sesuatu hal yang memaksa yaitu regulasi," imbuhnya.
Terinspirasi Kota lain, Ia pun mendorong Pemkot Bandung untuk melakukan uji coba penerapan sistem ganjil genap dimana hal tersebut dapat mereduksi kemacetan di Kota lain.
"Hanya perlu dicoba tapi saja membutuhkan regulasi, yang saya kutip dari pak soni regulasi yang jelas dan terukur serta konsisten. Regulasinya harus setingkat perda supaya ada kekuatan hukumnya," sarannya.
"Kalau ada regulasi yang konsisten dan peraturan yg tegas, Kota Bandung memiliki peluang untuk menjadi kota yg lebih baik. Pemicu kesadaran," lanjutnya.
Narasumber ketiga, Pegiat Media Sosial/ Aktivis sekaligus komunitas bike to work Windu Mulyana menjelaskan, ada beberapa upaya yang memungkinkan dapat menekan angka kemacetan.
"Pengurangan jumlah kendaraan bermotor melalui kenaikan tarif parkir membatasi usia pakai kendaraan, subsidi BBM untuk angkutan umum, perbaiki dan perbaharui sistem angkutan umum dan electronic road pricing," jelasnya.