BANDUNG, SIBER - Gelombang kelahiran usaha rintisan (start up) berupa financial technology (fintech) diperkirakan tidak akan mengancam industri perbankan tanah air, justru sebaliknya, keduanya bisa bersinergi untuk meningkatkan kualitas layanan keuangan kepada masyarakat.
Direktur Utama bank bjb Ahmad Irfan mengatakan perbankan harus terus melakukan pemutakhiran teknologi agar bisa bersinergi dan berkolaborasi dengan meningkatnya start up di bidang fintech.
Menurut Ahmad Irfan, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, fintech telah mampu meraup transaksi hingga mencapai Rp 3 triliun. Ahmad Irfan memprediksi pada tahun 2020 mendatang industri fintech ini akan mampu menghasilkan transaksi hingga Rp 7 triliun.
"Artinya, jika perbankan tidak bergerak cepat maka akan tertinggal dari sisi payment. Perbankan akan ketinggalan jika tidak melakukan pemutakhiran teknologi. Adaptasi teknologi tidak dapat ditawar. Tapi jangan takut karena fintech bukan musuh perbankan," ujarnya, dalam keterangan resmi (16/3).
Pernyataan Ahmad bukan tanpa alasan. Pasalnya, fintech tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan dari perbankan. Artinya, fintech tidak hadir sebagai pesaing dari perbankan atau lembaga keuangan lain. Keduanya dapat saling bersinergi dengan membentuk kolaborasi nyata.
Bukti tersebut dicatat oleh Asosiasi Financial Technology Indonesia yang menyatakan bahwa sebanyak 63,9% pelaku usaha fintech telah terkoneksi dengan bank melalui Application Programming Interface. Dengan begitu, fintech hadir sebagai peluang kolaborasi bagi bank dan bukan merupakan ancaman.
"Ritel bank akan tetap tumbuh. Justru akan menjalin simbiosis mutualisme atau kolaborasi bersama fintech. Maka tidak akan saling mematikan karena sifatnya dapat bersinergi dengan pelayanan bank," ujar Ekonom Universitas Pasundan, Acuviarta Kurtabi.
Sinergitas tersebut terbentuk lantaran kedua sektor memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Perbankan memiliki kelebihan dalam lisensi memindahkan dana dari satu rekening ke rekening lain. Kelebihan tersebut tidak dimiliki oleh fintech.
Selain itu, bank memiliki keunggulan komparatif pada data, basis klien, navigasi peraturan, penanganan manajemen risiko, perizinan industri, dan reputasi. Sementara fintech kerap tersandung terkait masalah kepercayaan karena tidak memiliki manajemen risiko yang baik.
Namun, fintech memiliki efisiensi dan efektivitas karena karakternya identik dengan perangkat mobile. Walau pengembangan terkait teknologi digital juga rajin dibenahi perbankan.
"Fintech merupakan bagian dari efisiensi dan percepatan pelayanan. Namun, transaksi bersifat konvensional masih tetap dibutuhkan. Apalagi fintech tidak selamanya bebas dari eror," ujar Acuviarta.
Para pelaku usaha keuangan dapat memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan ekosistem ekonomi nasional. Tentu hal tersebut perlu ditunjang oleh peran dua regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dengan kebijakan yang mendengarkan suara industri.
Akan tetapi, perbedaan peran antara kedua sektor bukan berarti membuat perbankan dapat duduk nyaman dan enggan melakukan pemutakhiran teknologi. Apalagi, bank pembangunan daerah, termasuk bank bjb, memiliki keunikan yang terletak pada dukungan kuat pemerintah sehingga kadang membuatnya berada pada zona nyaman.
Bank bjb dapat dijadikan contoh. Walau telah nyaman karena memiliki begitu banyak nasabah kredit konsumer, tapi bank bjb tetap melakukan inovasi dan adaptasi guna menjawab tantangan di era ekonomi digital.
Melalui produk bjb digi, bank bjb terus berupaya memberikan kemudahan layanan berbasis teknologi digital. Tujuannya agar dapat menjawab perubahan zaman dan memenuhi kebutuhan pasar. Konsep transaksional berbasis digital banking telah hadir sebagai bagian integral dari layanan bank bjb.
Layanan yang diberikan dapat terintegrasi dengan ponsel pintar berbasis sistem operasi Android, Blackberry, dan iOS. Sehingga seluruh bentuk transaksi dapat dilakukan dengan satu genggaman. Ditunjang dengan keamanan transaksi yang paripurna serta layanan tanpa henti selama 24 jam.
Terkait kredit konvensional, bank bjb telah menyiapkan fondasi berbasis daring. Tentu tetap mengedepankan lima prinsip utama dalam penyaluran kredit yang mengedepankan kehati-hatian yakni karakter, kapasitas, kapital, kolateral dan kondisi.
"Fintech bukan merupakan produk baru, tapi sebuah infrastruktur. Fintech hanya (berperan) mempermudah transaksi. Kami akan mempersiapkan infrastruktur di 15 tahun ke depan, tapi fintech hanyalah salah satunya," ujar Senior Vice President Divisi Corporate Secretary bank bjb, Hakim Putratama. *red
Direktur Utama bank bjb Ahmad Irfan mengatakan perbankan harus terus melakukan pemutakhiran teknologi agar bisa bersinergi dan berkolaborasi dengan meningkatnya start up di bidang fintech.
Menurut Ahmad Irfan, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, fintech telah mampu meraup transaksi hingga mencapai Rp 3 triliun. Ahmad Irfan memprediksi pada tahun 2020 mendatang industri fintech ini akan mampu menghasilkan transaksi hingga Rp 7 triliun.
"Artinya, jika perbankan tidak bergerak cepat maka akan tertinggal dari sisi payment. Perbankan akan ketinggalan jika tidak melakukan pemutakhiran teknologi. Adaptasi teknologi tidak dapat ditawar. Tapi jangan takut karena fintech bukan musuh perbankan," ujarnya, dalam keterangan resmi (16/3).
Pernyataan Ahmad bukan tanpa alasan. Pasalnya, fintech tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan dari perbankan. Artinya, fintech tidak hadir sebagai pesaing dari perbankan atau lembaga keuangan lain. Keduanya dapat saling bersinergi dengan membentuk kolaborasi nyata.
Bukti tersebut dicatat oleh Asosiasi Financial Technology Indonesia yang menyatakan bahwa sebanyak 63,9% pelaku usaha fintech telah terkoneksi dengan bank melalui Application Programming Interface. Dengan begitu, fintech hadir sebagai peluang kolaborasi bagi bank dan bukan merupakan ancaman.
"Ritel bank akan tetap tumbuh. Justru akan menjalin simbiosis mutualisme atau kolaborasi bersama fintech. Maka tidak akan saling mematikan karena sifatnya dapat bersinergi dengan pelayanan bank," ujar Ekonom Universitas Pasundan, Acuviarta Kurtabi.
Sinergitas tersebut terbentuk lantaran kedua sektor memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Perbankan memiliki kelebihan dalam lisensi memindahkan dana dari satu rekening ke rekening lain. Kelebihan tersebut tidak dimiliki oleh fintech.
Selain itu, bank memiliki keunggulan komparatif pada data, basis klien, navigasi peraturan, penanganan manajemen risiko, perizinan industri, dan reputasi. Sementara fintech kerap tersandung terkait masalah kepercayaan karena tidak memiliki manajemen risiko yang baik.
Namun, fintech memiliki efisiensi dan efektivitas karena karakternya identik dengan perangkat mobile. Walau pengembangan terkait teknologi digital juga rajin dibenahi perbankan.
"Fintech merupakan bagian dari efisiensi dan percepatan pelayanan. Namun, transaksi bersifat konvensional masih tetap dibutuhkan. Apalagi fintech tidak selamanya bebas dari eror," ujar Acuviarta.
Para pelaku usaha keuangan dapat memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan ekosistem ekonomi nasional. Tentu hal tersebut perlu ditunjang oleh peran dua regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dengan kebijakan yang mendengarkan suara industri.
Akan tetapi, perbedaan peran antara kedua sektor bukan berarti membuat perbankan dapat duduk nyaman dan enggan melakukan pemutakhiran teknologi. Apalagi, bank pembangunan daerah, termasuk bank bjb, memiliki keunikan yang terletak pada dukungan kuat pemerintah sehingga kadang membuatnya berada pada zona nyaman.
Bank bjb dapat dijadikan contoh. Walau telah nyaman karena memiliki begitu banyak nasabah kredit konsumer, tapi bank bjb tetap melakukan inovasi dan adaptasi guna menjawab tantangan di era ekonomi digital.
Melalui produk bjb digi, bank bjb terus berupaya memberikan kemudahan layanan berbasis teknologi digital. Tujuannya agar dapat menjawab perubahan zaman dan memenuhi kebutuhan pasar. Konsep transaksional berbasis digital banking telah hadir sebagai bagian integral dari layanan bank bjb.
Layanan yang diberikan dapat terintegrasi dengan ponsel pintar berbasis sistem operasi Android, Blackberry, dan iOS. Sehingga seluruh bentuk transaksi dapat dilakukan dengan satu genggaman. Ditunjang dengan keamanan transaksi yang paripurna serta layanan tanpa henti selama 24 jam.
Terkait kredit konvensional, bank bjb telah menyiapkan fondasi berbasis daring. Tentu tetap mengedepankan lima prinsip utama dalam penyaluran kredit yang mengedepankan kehati-hatian yakni karakter, kapasitas, kapital, kolateral dan kondisi.
"Fintech bukan merupakan produk baru, tapi sebuah infrastruktur. Fintech hanya (berperan) mempermudah transaksi. Kami akan mempersiapkan infrastruktur di 15 tahun ke depan, tapi fintech hanyalah salah satunya," ujar Senior Vice President Divisi Corporate Secretary bank bjb, Hakim Putratama. *red